Rasionalisasi PNS non sarjana, antara keharusan atau dilema.

Sebuah keputusan yang dapat mengejutkan semua PNS, terutama yang belum mendapat pendidikan sarjana,  Rasionalisasi PNS non sarjana boleh saja tapi bagaimana jika yang non sarjana kompetensinya lebih tinggi karena lebih berpengalaman dan bagaimana dengan PNS sarjana yang mempunyai kompetensi rendah, menurut saya perlu di kaji ulang, pelaksanaannya sebaiknya jangan asal rasionalisasi karena latar belakang gelar atau pangkat, karena itu sama sekali bukan jaminan kompetensi PNS, jangan sampai nanti pemerintah akan menyesal karena standar rasionalisasi itu sendiri kurang bijaksana.

Mungkin ada cara lain yang lebih adil misalnya melalui uji kompetensi, seorang teman setuju dengan kondisi yang non sarjana dipensiunkan, contohnya di sekolahnya ada PNS yg baru di angkat langsung ikut kuliah sarjana karena belum sarjana, memicunya untuk meraih gelar sarjana, terkadang seseorang mau berubah dan menjadi lebih baik dengan cara dipaksa. Bukan tidak mungkin dengan regulasi baru yang notabene tujuan sebenarnya adalah untuk peningkatan kualitas PNS dalam peningkatan kompetensinya, peningkatan kualitas kerja dapat terus berproses lebih baik. Saya ingat dengan pepatah "janganlah menjadi sinar lilin yang mampu menerangi sekitarnya, tapi ia sendiri habis dan lebur pada akhirnya".

Rasionalisasi perlu, tapi asas the right men on the right place tetap di kedepankan. Rasionalisasi sangat penting sebagai bentuk pertanggungjawaban  moral pada masyarakat.
Rasionalisasi dan regulasi guru wajib digulirkan kalau berniat untuk memartabatkan profesi guru, Tapi kalau mau kuliah jangan asal-asalan. Kuliahnya lebih baik di Universitas KAGUM. Karena dituntut untuk membaca dan menulis yang benar dan baik bukan plagiat. Untuk pensiun juga ada aturannya, bukan yang baru diangkat sudah harus pensiun karena belum sarjana, ada juga yg memang kemampuannya malah lebih tinggi dari yang master, jadi sebaiknya di saring lagi,d opsinya bila memang masih memungkinkan dipersilahkan untuk melanjutkan ke jenjang sarjana, namun bila umur dan masa kerjanya sudah dapat dipensiunkan dipersilahkan. Bila masih muda tapi tetap bertahan tidak ingin melanjutkan jenjang sarjana sebaiknya di arahkan dan dibimbing untuk dapat menyelesaikan pendidikan sarjana. Pendapat lain tentang rasionalisasi sebaiknya dikaji ulang, PNS yang bagaimana dan apa yg akan dirasionalisasi, untuk fungsional mungkin bagus karena adanya pengembangan kompetensi, tapi untuk staf biasa sebaiknya tidak dilakukan, buat apa ada golongan dari 1 sampe 4. Nanti penjaga sekolah atau OB di kantor2 mau tidak kerja rendah keterampilan dengan gelar sarjana atau bagian2 yg kasar lainnya apa mau sarjana mengerjakannya. Ada pendapat berlawanan yaitu untuk kerja kasar lebih baik pakai out sourching aja, toh tidak butuh skill tinggi, selanjutnya untuk Out sourching karirnya tidak jelas. Mungkin yg dulu bikin ada golongan disini maksudnya biar ada jenjang karir, kalau memang mau maju dan berkembang PNS bisa kuliah lagi atau pendidikan lainnya. Tanggapan selanjutnya yaitu

Outsourching adalah pilihan, kalau tidak pada poaiai yang rendah maka harus jadi sarjana dulu. Sekarangpun di KAI sudah diterapkan untuk yg rendah skill di alihkan ke subkontraktor atau pekerja kontrak, antara lain kebersihan dan keamanan, ada pola kerja sama yg saling menguntungkan, seperti Pos giro yg saat ini tidak lagi membeli mobil melainkan sewa dari pihak kedua dan terbukti lebih efisien dan pihak kedua juga mendapat untung Rasionalisasi itu sebuah keniscayaan kalau negara kita mau bersaing dengan negara lain. Tetapi, selalu saja dalam praktiknya ada yang "ngibul".

Sekarang pun di Pemda sudah begitu , tapi kasihan juga mereka yang nasibnya ditentukan satu tahun sekali dan harus memperpanjang kontrak. Tapi untuk fungsional setuju untuk dirasionalisasi karena fungsional butuh pengembangan kompetensi
Nanti pada akhirnya akan seperti itu, namun untuk saat ini kekhawatirannya adalah pemerintah salah memberhentikan orang alias salah sasaran. Dan saya tetap mendukung kompetensi lebih penting dari gelar. Untuk fungsional dapat dilaksanakan, untuk  struktural lebih teknis. Rasionalisasi segera untuk fungsional terutama untuk guru dan pengawas juga widyaiswara.
Struktural juga harus dilaksanakan, kompetensi dengan urgensi juga nepotisme masih bias . Tentu saja ada UKG, UKP & UKW tiga tahun berturut-turut lalu ada penilaian kinerja yg fair selama tiga tahun target tahun 2019 selesai.

Gelar Sarjana di Indonesia
Pemerintah harusnya berpikir ulang untuk memensiunkan PNS yang belum sarjana. Pertama pertimbangkan sudah berapa lama pengabdiannya. Kedua pertimbangkan bagaimana kinerjanya. Kalau  yang belum sarjana lebih kompeten bagaimana?
Fenomena ijazah Sarjana sangat mudah dibeli di Indonesia. Jangankan sarjana, gelar master aja sangat mudah didapatkan di Indonesia. Cukup siapkan uang receh mau gelar apa aja juga bisa. Jadi masih sepenting itukah gelar sarjana di Indonesia? Ada gelarnya tidak ada ilmunya buat apa? Sudah tidak ada ilmunya minim pula kinerjanya. Untuk sementara kita harus percaya UKG untuk pengetahuan. Kinerja utk praktik. PKB obatnya. Jadi selama tiga tahun, para fungsional diobati di PKB. Kalau tak ada kemajuan yg signifikan, tentu dilepas dari PNS. Itu konsekuensi.
Namun tetap harus ada uji kompetensi juga dalam penjaringannya, periksaan teliti ijazahnya asli atau tidak.Untuk struktural syarat S1 bisa juga dilakukan untuk syarat menjabat suatu jabatan.
Ijasah tetap penting .Yang lebih penting institusinya. Kalau memang berkualitas pasti lulusannya berkualitas.Pemerintah jangan 'habis manis sepah dibuang' walau bagaimana mereka manusia bukan alat. Tugas pemerintah meningkatkan kompetensi mereka baik dengan cara yang formal dengan memberikan beasiswa atau memberikan training2 yg diperlukan untuk menuju guru yang profesional. Lagi pula tidak sedikit  sarjana dengan kompetensinya jauh panggang dari api. Pemerintah meluncurkan UKG/P/W, PKG dan PKB. Itu ikhtiar utk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru, pengawas, dan widyaiswara. Lantas ini menjadi PR kita sebagai pendidik. Jangan hanya mau gajinya saja. Tapi mendidiknya asal-asalan. Melalui ketiga hal itu selama tiga tahun berturut-turut, sebenarnya pemerintah tidak ada niat memensiunkan dini. Justru untuk meningkatkan profesionalitas. Teringat sebuah teori .....
Siswa bagus karena pendidik bagus.
Pendidik bagus karena kompetensi yang bagus.
Kompetensi bagus karena sistem yang ada jelas dan terarah tujuannya. Sebelum menjalankan kebijakan tersebut ada baiknya pemerintah memeriksa ulang semua ijasah yg digunakan, tidak hanya meminta legalisir, namun periksaan yang teliti dan terkoordinasi.


1. Pemerintah tidak akan pensiunkan pns non sarjana (lulusan sma sederajat dan diploma). Rasionalisasi ini untuk menciptakan good and clean governance
2. Pemerintah akan pensiun dinikan pns yang tidak berkompeten/tidak produktif dalam kinerja bukan berdasarkan pendidikan
3. Pemerintah memberikan kesempatan kepada pns lulusan sma sederajat untuk kuliah sarjana karena yang non sarjana ini untuk pegawai teknis.
4. Pemerintah ingin smart ASN yaitu berwawasan global, mampu berbahasa asing, menguasai iptek dan networking tinggi.
5. Tantangan kedepan untuk pns yaitu globalisasi, kompetensi, iptek digital.
----semoga bermanfaat---

Demikian hasil diskusi online KAGUM  18 April 2016 bersama member of Kagum, 20.00 - 22.00 Wib.


Belum sempurna
Karya yang aku buat
Maafkan aki
#haiku_Aki_Dayat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROGRAM KEGIATAN UJIAN PRAKTEK PENJASORKES

RPP BERDIFERENSIASI PJOK SMP